PERBUDAKAN (RIQQ) A. Pengertian Perbudakan (RIQQ) Kata riqq bermakna kepemilikan dan perbudakan. Sedangkan kata raqiq bermakna budak yang di...
PERBUDAKAN (RIQQ)
A. Pengertian Perbudakan (RIQQ)
Kata riqq bermakna kepemilikan dan perbudakan. Sedangkan kata raqiq bermakna budak yang dimiliki. Kata raqiq diambil dari kata riqq yang berarti lembut lawan dari kata ghilzhah yang berarti keras. Hal ini terkati dengan keberadaanya, seorang budak itu harus bersikap lemah lembut kepada tuannya dan tidak keras terhadap mereka, karena ia milik dari tuannya.
B. Hukum Perbudakan (RIQQ)
Riqq hukumnya boleh (Mubah) berdasarkan firman Allah:
وَمَا ملَكت أيمانكم
Dan hamba sahayamu (An-Nisa:36)
Juga berdasarkan sabda Rasulullah Saw
من لطع مملكه أو ضربه فكفرته أن يعتقه
“Barangsiapa yang menambar budaknya atau memukulnya, maka kaffaratnya adalah memerdekakannya”. Riwayat Muslim No. 1657
C. Sejarah dan asal usul Riqq (perbudakan)
Riqq sudah dikenal manusia sejak beribu-ribu tahun yang lalu, dan telah dijumpai di kalangan bangsa-bangsa kuno seperti Mesir, Cina, India, Yunani dan Romawi, juga hal tersebut disebutkan dalam kitab-kitab suci samawi seperti Taurat, Injil. Hajar, Ibunda Ismail bin Ibrahim asalnya adalah seorang budak wanita yang dihadiahkan oleh raja Mesir kepada Sarah, istri Nabi Ibrahim As. Sarah pun menerimanya dan memberikannya kepada suaminya (Nabi Ibrahim As) kemudian Nabi Ibrahim menggaulinya yang kemudian melahirkan Nabi Ismail untuknya. Adapun asal-usul terjadinya riqq adalah sebab-sebab sebagai berikut:
1. Perang, jika ada sekelompok manusia memerangi kelompok manusia lainnya dan berhasil mengalahkannya, maka mereka menjadikan para wanita, anak-anak kelompok yang berhasil dikalahkan sebagai budak.
2. Kefakiran. Tidak jarang kefakiran mendorong manusia menjual anak-anak mereka untuk dijadikan sebagai budak bagi manusia lainnya.
3. Perampokan dan pembajakan. Pada masa lalu rombongan besar bangsa-bangsa eropa singgah di Afrika dan menangkap orang-orang Negro, kemudian menjual mereka di pasar-pasar budak Eropa. Disamping itu para pembaja laut dari Eropa membajak kapal-kapal yang melintas di lautan dan menyerang para penumpang dan mengalahkannya, maka mereka menjual para penumpangnya dipasar-pasar budak Eropa dan mereka memakan hasil penjualannya.
Islam adalah agama Allah yang benar, tidak membolehkan sebab-sebab tersebut di atas, kecuali hanya satu sebab saja yaitu perbudakan karena perang, dan itu merupakan rahmat bagi manusia. Karena pada umumnya para pemenang perang cendrung berbuat kerusakan karena pengaruh kebencian, di mana mereka tega membunuh para wanita dan anak-anak untuk melampiaskan kebencian mereka terhadap kaum laki-lakinya yang berperang dengan mereka. Yaitu dengan cara membunuh kaum wanitanya dan anak-anaknya. Sedangkan alasan agama Islam membolehkan para pemeluknya memperbudak para wanita dan anak-anak kaum yang dikalahkan adalah:
Pertama: untuk memelihara kelangsungan hidup mereka.
Kedua untuk membahagiakan dan memerdekakan hidup mereka adapun para tentara laki-laki musuh, maka imam diberikan kebenasan untuk menentukan pilihannya antara membebaskan mereka tanpa tebusan atau membebaskan mereka dengan tebusan harta atau senjata atau tawanan lainnya (pertukaran tawanan). Sebagaimana hal tersebut disinyalir Allah dalam Al-Qur’an:
“apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) Maka pancunglah batang leher mereka. sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka Maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir. Demikianlah apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain. dan orang-orang yang syahid pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.”
Qs. Muhammad ayat 4
D. Pergaulan Terhadap Raqiq (Budak)
Pemberlakukan bangsa-bangsa di dunia terhadap budak tidak jauh berbeda kecuali perlakukan yang ditunjukan umat Islam. Di dalam tradisi bangsa-bangsa selain Islam, serang budak tidak lebih dari alat yang dapat digunakan untuk mengerjakan seluruh pekerjaan dan untuk mencapai segala tujuan. Mereka memberiarkan budak mereka dalam keadaan lapar, disiksa, dibebabi dengna berbagai pekerjaan yang diluar batas kemampuannya, disetrika, dibakar dan organ tubuhnya dipotong hanya karena ia melakukan kesalahan yang sepele. Bangsa-bangsa tersebut menamakan budak degan sebutan “alat yang mempunyai ruh dan kenikmatan hidup”.
Adapun perbudakan dalam Islam, maka Islam memberlakukannya dengan perlakuan sesuai dengan kehormatan dan kemuliaan manusia. Islam mengharampakn pemukulan, pembunuhan, penghinaan dan pelecehan terhadap budak. Kemudian Islam memerintahkan kepada kaum muslimin agar berbuat baik kepada budak. Adapun Nash-Nash yang berkenaan dengan hal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Firman Allah surah An-Nisa ayat 36
“sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil[295] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,”
Qs. An-Nisa 36
2. Sabda Rasulullah Saw., yang diriwayatkan oleh Muslim no. 1661
“mereka para budak adalah saudara-saudaramu dan pelayan-pelayanmu barang siapa yang saudaranya itu berada di bawah kekuasaannya, hendaklah ia memberinya makan dengan makanan seperti yang ia makan, memberinya pakaian dengan pakaian seperti yang ia paai dan janganlah kamu membebani mereka dengan beban yang tidak sanggup mereka pikul, dan jika kamu membebani mereka dengan pekerjaan, maka bantulah mereka dalam mengerjakannya.”
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ وَاللَّفْظُ لِابْنِ الْمُثَنَّى قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ وَاصِلٍ الْأَحْدَبِ عَنْ الْمَعْرُورِ بْنِ سُوَيْدٍ قَالَ
رَأَيْتُ أَبَا ذَرٍّ وَعَلَيْهِ حُلَّةٌ وَعَلَى غُلَامِهِ مِثْلُهَا فَسَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ قَالَ فَذَكَرَ أَنَّهُ سَابَّ رَجُلًا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَيَّرَهُ بِأُمِّهِ قَالَ فَأَتَى الرَّجُلُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ امْرُؤٌ فِيكَ جَاهِلِيَّةٌ إِخْوَانُكُمْ وَخَوَلُكُمْ جَعَلَهُمْ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدَيْهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ وَلَا تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فَأَعِينُوهُمْ عَلَيْهِ
MUSLIM – 3140
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan Ibnu Basyar dan ini adalah lafadz Ibnu Mutsanna, keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Washil Al Ahdab dari Ma'rur bin Suwaid dia berkata, "Aku pernah melihat Abu Dzar memakai pakaian serupa dengan sahayanya. Lalu aku bertanya perihal itu, dia mengatakan bahwa pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ia pernah mencela seorang laki-laki dengan cara mencela ibunya (laki-laki tersebut). Lalu laki-laki itu mengadu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, hingga Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda kepadanya: "Sungguh, dalam dirimu masih terdapat sifat jahiliyah! Sesungguhnya mereka (Hamba Sahaya) adalah saudaramu dan paman-pamanmu yang dititipkan Allah di bawah pengurusanmu, karena barangsiapa memiliki saudara yang masih dalam pengurusanya, hendaklah dia diberi makan sebagaimana yang dia makan, diberi pakaian sebagaimana ia mengenakan pakaian. Dan janganlah kamu bebani mereka di luar batas kemampuan mereka, dan jika kamu membebani mereka, maka bantulah mereka dalam menyelesaikan tugasnya."
و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ وَاللَّفْظُ لِابْنِ الْمُثَنَّى قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ فِرَاسٍ قَالَ سَمِعْتُ ذَكْوَانَ يُحَدِّثُ عَنْ زَاذَانَ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ دَعَا بِغُلَامٍ لَهُ فَرَأَى بِظَهْرِهِ أَثَرًا فَقَالَ لَهُ أَوْجَعْتُكَ قَالَ لَا قَالَ فَأَنْتَ عَتِيقٌ قَالَ ثُمَّ أَخَذَ شَيْئًا مِنْ الْأَرْضِ فَقَالَ مَا لِي فِيهِ مِنْ الْأَجْرِ مَا يَزِنُ هَذَا إِنِّي
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ ضَرَبَ غُلَامًا لَهُ حَدًّا لَمْ يَأْتِهِ أَوْ لَطَمَهُ فَإِنَّ كَفَّارَتَهُ أَنْ يُعْتِقَهُ
و حَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ كِلَاهُمَا عَنْ سُفْيَانَ عَنْ فِرَاسٍ بِإِسْنَادِ شُعْبَةَ وَأَبِي عَوَانَةَ أَمَّا حَدِيثُ ابْنِ مَهْدِيٍّ فَذَكَرَ فِيهِ حَدًّا لَمْ يَأْتِهِ وَفِي حَدِيثِ وَكِيعٍ مَنْ لَطَمَ عَبْدَهُ وَلَمْ يَذْكُرْ الْحَدَّ
MUSLIM – 3131
dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan Ibnu Basyar dan ini adalah lafadz Ibnu Mutanna, keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Firas dia berkata; aku pernah mendengar Dzakwan menceritakan dari Zadzan bahwa Ibnu Umar pernah memanggil seorang budak miliknya, lalu dia melihat ada bekas pukulan dipunggungnya, lantas dia bertanya kepada budaknya, "Apakah aku telah menyakitimu?" dia menjawab, "Tidak." Ibnu Umar berkata, "Sekarang kamu telah merdeka." Zadzan melanjutkan, "Kemudian dia mengambil sesuatu dari atas tanah sambil berkata, "Dalam hal ini tidaklah aku mendapatkan pahala lebih dari ini, karena aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa memukul budaknya melebihi batas atau menamprnya, maka kafarahnya (tebusannya) adalah memerdekakannya." Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Waki'. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Abdurrahman keduanya dari Sufyan dari Firas dengan sanadnya Syu'bah dan Abu 'Awanah. Adapun dalam hadits Ibnu Mahdi disebutkan, "Ada suatu had yang belum dia tunaikannya." Sedangkan dalam hadits Waki' disebutkan, "Barangsiapa menampar budaknya….", tanpa menyebutkan, "Ada hadnya."
Di samping hal tersebut di atas, Isla menganjurkan untuk memerdekakan budak yang dikuatkan oleh beberapa hal berikut:
a. Islam menjadikan kemerdekaan budak sebagai Kaffarat (penebus) pembunuhan karena keliru dan beberapa pelanggaran seperti thalaq zhihar, tidak menunaikan sumpah dan menodai kesucian ramadhan karena tidak berpuasa di siang harinya.
b. Perintah Islam kepada pemilik budak agar mengadakan perjanjian pembebasan (pemerdekaan) dengan budak-budak yang menghendaki pembebasan dirinya serta perintah Islam kepada pemilik budak agar membantu pembebasan budaknya dengan cara memberinya sebagian harta. Allah berfirman:
“dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat Perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari Keuntungan duniawi. dan Barangsiapa yang memaksa mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu. “ Qs. An-Nur ayat 33
c. Islam menetapkan bagan khusus dari zakat untuk membantu pembebasan budak. Sebagaimana Allah berfirman:
Qs. At-Taubah 60. Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
d. Kemerdekaan seorang budak harus dimerdekakan jika sebagiannya telah dimerdekakan. Karena jika seorang muslim memerdekakakn suatu bagian pada salah satu budak, maka ia diperintahkan supaya menaksir bagiannya yang masih tersisa, kemudian dihargakan dengan uang, lalu uangnya itu diberikan kepada pemilik yang lainnya, selanjutnya budak tersebut dimerdekakan, berdasarkan Hadits Nabi
حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَعْتَقَ شِرْكًا لَهُ مِنْ مَمْلُوكٍ فَعَلَيْهِ عِتْقُهُ كُلُّهُ إِنْ كَانَ لَهُ مَالٌ يَبْلُغُ ثَمَنَهُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ مَالٌ عَتَقَ مِنْهُ مَا عَتَقَ
MUSLIM 3148
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan kepada kami Bapakku telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah dari Nafi' dari Ibnu Umar dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa memerdekakan hak kepemilikan dari seorang budak, jika dia memiliki cukup harta, hendaknya dia juga membebaskan kepemilikan semuanya, jika tidak memiliki harta yang cukup untuk memerdekakan semuanya, berarti dia telah memerdekakan sebagiannya."
e. Islam membolehkan menggauli budak-budak wanita, dengan tujuan supaya mereka kelak menjadi ib dari anak-anak yang dikandungnya, lalu mereka dimerdekakan karenannya. Berdasarkan sabda Rasulullah Saw.,
حَدَّثَنِي مَالِك عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ قَالَ
أَيُّمَا وَلِيدَةٍ وَلَدَتْ مِنْ سَيِّدِهَا فَإِنَّهُ لَا يَبِيعُهَا وَلَا يَهَبُهَا وَلَا يُوَرِّثُهَا وَهُوَ يَسْتَمْتِعُ بِهَا فَإِذَا مَاتَ فَهِيَ حُرَّةٌ
MALIK - 1268
Telah menceritakan kepadaku Malik dari Nafi' dari Abdullah bin Umar bahwa Umar bin Khattab berkata; "Seorang budak wanita manapun yang melahirkan anak dari tuannya, maka tuannya tidak boleh menjualnya, tidak boleh memberikannya dan tidak boleh mewariskannya (kepada orang lain), sedang dia masih menggaulinya. Jika tuannya meninggal, maka ia menjadi bebas."
Salah satu contohnya adalah Mariyah Al-Qibtiyah dimerdekakan setelah melahirkan putranya yait Ibrahim Putra Rasulullah Saw.
f. Islam telah menetapkan Kaffarat memukul budak dengan memerdekakannya. Sabda Nabi :
و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ وَاللَّفْظُ لِابْنِ الْمُثَنَّى قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ فِرَاسٍ قَالَ سَمِعْتُ ذَكْوَانَ يُحَدِّثُ عَنْ زَاذَانَ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ دَعَا بِغُلَامٍ لَهُ فَرَأَى بِظَهْرِهِ أَثَرًا فَقَالَ لَهُ أَوْجَعْتُكَ قَالَ لَا قَالَ فَأَنْتَ عَتِيقٌ قَالَ ثُمَّ أَخَذَ شَيْئًا مِنْ الْأَرْضِ فَقَالَ مَا لِي فِيهِ مِنْ الْأَجْرِ مَا يَزِنُ هَذَا إِنِّي
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ ضَرَبَ غُلَامًا لَهُ حَدًّا لَمْ يَأْتِهِ أَوْ لَطَمَهُ فَإِنَّ كَفَّارَتَهُ أَنْ يُعْتِقَهُ
و حَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ كِلَاهُمَا عَنْ سُفْيَانَ عَنْ فِرَاسٍ بِإِسْنَادِ شُعْبَةَ وَأَبِي عَوَانَةَ أَمَّا حَدِيثُ ابْنِ مَهْدِيٍّ فَذَكَرَ فِيهِ حَدًّا لَمْ يَأْتِهِ وَفِي حَدِيثِ وَكِيعٍ مَنْ لَطَمَ عَبْدَهُ وَلَمْ يَذْكُرْ الْحَدَّ
MUSLIM – 3131
dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan Ibnu Basyar dan ini adalah lafadz Ibnu Mutanna, keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Firas dia berkata; aku pernah mendengar Dzakwan menceritakan dari Zadzan bahwa Ibnu Umar pernah memanggil seorang budak miliknya, lalu dia melihat ada bekas pukulan dipunggungnya, lantas dia bertanya kepada budaknya, "Apakah aku telah menyakitimu?" dia menjawab, "Tidak." Ibnu Umar berkata, "Sekarang kamu telah merdeka." Zadzan melanjutkan, "Kemudian dia mengambil sesuatu dari atas tanah sambil berkata, "Dalam hal ini tidaklah aku mendapatkan pahala lebih dari ini, karena aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa memukul budaknya melebihi batas atau menamprnya, maka kafarahnya (tebusannya) adalah memerdekakannya." Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Waki'. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Abdurrahman keduanya dari Sufyan dari Firas dengan sanadnya Syu'bah dan Abu 'Awanah. Adapun dalam hadits Ibnu Mahdi disebutkan, "Ada suatu had yang belum dia tunaikannya." Sedangkan dalam hadits Waki' disebutkan, "Barangsiapa menampar budaknya….", tanpa menyebutkan, "Ada hadnya."
g. Islam menjadikan kemerdekaan seorang budak karena memiliki hubungan keluarga dengan pemiliknya. Hal tersebut berdasarkan sabda Nabi.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سُلَيْمَانَ الْأَنْبَارِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ عَنْ سَعِيدٍ عَنْ قَتَادَةَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ مَنْ مَلَكَ ذَا رَحِمٍ مَحْرَمٍ فَهُوَ حُرٌّ
ABUDAUD – 3441
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sulaiman Al Anbari telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab dari Sa'id dari Qatadah bahwa Umar bin Al Khathab radliallahu 'anhu berkata, "Barangsiapa memiliki hubungan kekerabatan maka ia adalah orang yang merdeka."
Pertanyaanya:
Kenapa Islam tidak mewajibkan kemerdekaan budak sebagai suatu kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan?
Jawaban kami adalah: Islam datang pada saat perbudakan telah merajalela di masyarakat, sehingga tidak tepat jika syariat Allah yang adil dan yang diturunkan dengan tujuan untuk memelihara jiwa, kehormatan dan harta manusia, mewajibkan manusia supaya meninggalkan hartanya sekaligus, seperti halnya tidak akan membawa kemaslahatan yang banyak membeirkan kemerdekaan kepada para budak pada saat itu yang terdiri dari kaum wanita dan anak-anak dan bahkan bagi seorang laki-laki dewasa sekalipun yang tidak mampu menjaga dirinya atau memelihara kelangsungan hidupnya karena tidak mampu bekerja dan tidak tahu cara0caranya. Sehingga memberikan seorang budak untuk tetap dibawah perlindungan pemiliknya yang muslim , yang memberinya pakaian yang biasa dipakainya dan tidak membaninya dnegna pekerjaan yang tidak mampu ia kerjakan, memberikan penghidupan yang layak niscaya lebih baik bahkan beribu-ribu lebih baik daripada memerdekakannya sehingga ia keluar dari rumah yang telah berbuat baik kepadanya dan mengasihinya, lalu ia akan bekerja atau memulai kehidupan dari nol yang belum tentu ia sendiri sanggup hidup dan mungkin ia akan mendapat nasib yang lebih buruk.
HUKUM-HUKUM PERBUDAKAN.
A. ‘itq
1. Pengertian ‘itq
‘itq adalah memerdekan budak yang dimiliki dan memebaskan seorang budak dari perbudakan.
2. Hukum ‘itq
‘itq hukumnya sunnah, berdasarkan firman Allah SWT, QS. Al-Balad ayat 13
13. (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan,
3. Hikmah ‘itq
Di antara hikmah ‘itq adalah pembebasan manusia yang terpelihara dari madharat perbudaka, sehingga ia dapat memiliki dirinya sendiri dan mendapatkan manfaatnya, menyempurnakan hukum-hukumnya dan memungkinkannya bertindak atas nama dirinya sendiri dan memperoleh manfaat sesuai dengna kehendak pilihannya.
4. Beberapa ketentuan hukum tentang ‘itq
Adapun beberapa ketentuan hukum tentang ‘itq ialah sebagai berikut:
a. ‘itq harus dilakukan dengan bahsa yang jelas: kamu merdeka, atau kamu adalah budak yang merdeka, atau aku telah memerdekakanmu, ‘itq juga bsia dilakukan dengan bahasa sindirian, akan tetapi harus disertai niat yang memerdekakan, seperti aku telah membiarkan jalanmu, atau aku tidak memiliki kekuasaan lagi atas dirimu.
b. ‘itq sah dilakukan oleh oran gyang dibolehkan mengelola hartanya, yaitu: orang yang berakal, baligh, dan dewasa dengan demikian tidak sah memerdekakan seorang budak yang dilakukan orang gila. Atau anak kecil atau orang yang boros yang terkena hajr, karena mereka itu termasuk orang-orang yang tidak diperbolehkan mengelola hartanya.
c. Jika seorang budak dimiliki oleh dua orang atau lebih, kemudian salah seorang sekutu memerdekakan bagiannya atas budak tersebut, maka bagian sisanya harus ditaksir jika orang tersebut adalah orang yang dilapangkan rizkinya (kaya) kemudian budak yang menjadi milik bersama itu dibebaskan jika orang yang bersangkutan tidak memungkinkan, maka yang dibebaskan dari budak tersebut adalah bagian yang ia bebaskan saja, berdasarkan sabda Nabi:
حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَعْتَقَ شِرْكًا لَهُ مِنْ مَمْلُوكٍ فَعَلَيْهِ عِتْقُهُ كُلُّهُ إِنْ كَانَ لَهُ مَالٌ يَبْلُغُ ثَمَنَهُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ مَالٌ عَتَقَ مِنْهُ مَا عَتَقَ
MUSLIM 3148
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan kepada kami Bapakku telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah dari Nafi' dari Ibnu Umar dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa memerdekakan hak kepemilikan dari seorang budak, jika dia memiliki cukup harta, hendaknya dia juga membebaskan kepemilikan semuanya, jika tidak memiliki harta yang cukup untuk memerdekakan semuanya, berarti dia telah memerdekakan sebagiannya."
d. Barangsiapa yang mengaitkan kemerdekaan seorang budak dengan suatu syarat, maka budak tersebut dimerdekakan jika syarat tersebut telah terpenuhi, dan jika syarat itu tidak terpenuhi maka budak tersebut tidak merdeka. Jadi barangsiap yang berkata kepada budaknya, “kamu merdeka jika istriku melahirkan anak”, maka jika istri pemiliki tersebut melahirkan anak maka seketika itu budak tersebut merdeka.
e. Barangsiapa memiliki budak, kemudian memerdekakan sebagaiannya, maka sebagian lagi harus dimerdekakan. Hal ini dikarenakan keumuman sabda Nabi:
حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَعْتَقَ شِرْكًا لَهُ مِنْ مَمْلُوكٍ فَعَلَيْهِ عِتْقُهُ كُلُّهُ إِنْ كَانَ لَهُ مَالٌ يَبْلُغُ ثَمَنَهُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ مَالٌ عَتَقَ مِنْهُ مَا عَتَقَ
MUSLIM 3148
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan kepada kami Bapakku telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah dari Nafi' dari Ibnu Umar dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa memerdekakan hak kepemilikan dari seorang budak, jika dia memiliki cukup harta, hendaknya dia juga membebaskan kepemilikan semuanya, jika tidak memiliki harta yang cukup untuk memerdekakan semuanya, berarti dia telah memerdekakan sebagiannya."
f. Barangsiapa yang memerdekakan budak dalam sakitnya yang membawanya pada kematian, maka sepertiga dari budak tersebut dimerdekakan selama belum melampaui niali sepertiga hartaya, karena hal itu seperti wasiat, sedangkan wasiat itu tidak boleh dari sepertiga.
B. Tadbir
1. Pengertian Tadbir
Tadbir adalah mengaitkan kemerdekaan seorang budak dengan kematian tuannya (pemiliknya), seperti pemilik budak berkat kepada budaknya, “Kamu merdeka setelah kematianku.” Jika pemilik budak tersebut meninggal dunia, maka budaknya merdeka.
2. Hukum Tadbir
Tadbir hukumnya dibolehkan, kecuali seseorang tidak memiliki harta selain budak yang ditadbirkannya itu, berdasarkan hadits soal wasiat yang hanya boleh maksimal 1/3 dan yang diriwayatkan oleh al-Bukhari no 6716 dan Muslim no 987 dari Jabir bahwa seseorang bermaksud memerdekakan budaknya setelah kematiannya, akan tetapi kemudian ia jatuh miskin, sehingga Rasulullah Saw bersabda. “Siapakah yang bersedia membeli budak dariku?” kemudian budak itu dijual kepada Nuaim bin Abdullah seharga 800 dirham dan Rasulullah Saw memberikan hasil penjualnnya kepada orang itu, seraya bersabda, “kamu lebih membutuhkannya daripada budakmu.”
3. Hikmah Tadbir
Di antara hikmah tadbir adalah: memberikan kemudahan kepada umat Islam, karena bisa jadi ia memiliki budak dan bermaksud memerdekakannya, akan tetapi ia melihat dirinya sangat membutuhkan bantuan budak tersebut. Karena itu, maka ia mentadbirnya dengan demikian, maka ia memperoleh pahala memerdekakan budak tanpa kehilangan manfaat dari budak tersebut sepanjang hidupnya.
4. Beberapa ketentuan hukum tentang tadbir
Adapun ketentuan hukum tadbir adalah sebagai berikut:
a. Tadbir itu harus diucapkan, misalhakn: “kamu merdeka sepeninggalku” atau kamu merdeka setelah kematianku, atau jika aku meninggal dunia maka kamu merdeka”dan ucapan lainnya yang seteara dengan ucapan tersebut.
b. Budak yang ditadbir dimerdekakan setelah kematian pentadbirnya dengan ketentuan nilai budak tersebut adalah sepertiga dari harta peilik budak tersebut. Jika nilainya kurang atau sama dengan sepertiga, maka budak tersebut boleh dimerdekakan, jika tidak maka budak tersebut dimerdekakan sesuai kadar hartanya. Inilah pendapat yang dipegang jumhur ulama dari kalangan para sahabat, tabi’in dan para imam, karena tadbir itu adalah perbuatan baik seperti layaknya wasiat, sedangkan wasiat itu tidak boleh lebih dari sepertiga.
c. Jika tadbir dikaitkan dengan suatu syarat, maka hal itu diperbolehkan. Jika syarat tersebut dipenuhi, maka budak menjai merdeka, sedangkan jika tidak terpenuhi maka budak tidak jadi merdeka Nabi Bersabda:
المؤمنون على شروطهم .
Orang-orang mukmin harus menepati persyaratan yang telah mereka sepakati (diriwayatkan oleh at-Tirmidzi no. 1352.)
jika pemilik budak berkata jika aku meninggal dunia karena penyakit ini, maka kamu merdeka. “maka jika budaknya menjadi merdeka jika tuannya meninggal karena penyakit tersebut. Namun jika tuannya tidak kunjung meningal dunia maka budaknya tidak jadi merdeka.
d. Budak yang ditadbir boleh dijual untuk mebayar hutang atau pemiliknya jatuh miskin, karena Rasulullah menjual budak seorang yang telah ditadbirnya saat beliau melihat bahwa orang tersebut sangat membutuhkan uang hasil penjualan budaknya tersebut. Aisyah pun pernah menjual budak wanita yng telah ditadbirnya, karena budak wanita tersebut menyihirnya.
e. Jika budak wanita yang sedang hamil ditadbir, maka anaknya seperti dirinya, yaitu dimerdekakan setelah kematian pemiliknya, karena Umar bin Khattab dan Jabir berkata, “kedudukan anak dari budak yang diTadbir adalah seperti budak yang ditandbir tersebut (ibunya) (diriwayatkan oleh pengaram kitab al-Mughni)
f. Pemilik budak diperbolehkan menggauli budak wanita yang telah ditadbirnya karena budak wanita tersebut adalah miliknya.
Firman Allah: Surat al-Mukminun ayat 6.
“kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki[994]; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.”
g. Jika budak yang telah ditadbir membunuh pemilikinya, maka tadbirnya menjadi batal dan budak tersebut tidak jadi dimerdekakan. Hal itu sebagai hukuman atas pembunuhan yang telah dilakukannya dan agar para budak yang telah ditadbir tidak mempercepat kematian para pemiliknya.
C. Mukatab (Budak yang mencicil Kemerdekaan Dirinya)
1. Pengertian Mukatab
Mukatab adalah budak yang dimerdekakan oleh pemiliknya karena ia memberikan sejumlah uang kepada pemiliknya dengan cara mencicilnya dalam jumlah tertentu. Di mana pemiliknya membuat catatan pembayarannya dan jika budak tersebut teah melunasi cicilan kemerdekaan drinya pada waktunya, maka ia menjadi orang yang merdeka.
2. Hukum mukatab
Hukum mukatab di sunnahkan berdasarkan firman Allah:
QS. An-Nur ayat 33. “dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat Perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. “
Hadits Nabi:
”Barang siapa yang membantu orang yang berhutang, atau mujahid, atau budak mukatab untuk pembebasan dirinya, niscaya Allah akan menaunginya pada hari di mana tidak ada naungan selain Naungan-Nya. (Diriwayatkan oleh Ahmad No. 15556 dan Al-Hakimm 2/99)
3. Ketentuan mukatab
a. Mukatab itu merdeka pada akhir pembayaran cicilan pembebasan dirinya.
b. Status mukatab tetap sebagai budak ; dimana hukum-hukum perbudakan tetap berlaku terhadap dirinya kendati pembayaran dirinya hanya tersisa satu dirham, berdasarkan pendapat sebagian besar para shahabat berdasarkan hadits :
حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا أَبُو بَدْرٍ حَدَّثَنِي أَبُو عُتْبَةَ إِسْمَعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ سُلَيْمٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُكَاتَبُ عَبْدٌ مَا بَقِيَ عَلَيْهِ مِنْ مُكَاتَبَتِهِ دِرْهَمٌ
(ABUDAUD - 3425) : Telah menceritakan kepada kami Harun bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Abu Badr telah menceritakan kepadaku Abu 'Utbah Isma'il bin 'Ayyasy telah menceritakan kepadaku Sulaiman bin Sulaim dari 'Amru bin Syu'aib dari Bapaknya dari Kakeknya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Seorang mukatab tetap sebagai seorang budak selama ia belum menyelesaikan tanggungan pembebasannya meskipun satu dirham."
c. Pemilik mukatab wajib membantu mukatabnya dengan memberinya harta sepert dengan membebaskan seperempat dari harga cicilan atau sejenisnya sebagai bantuan kemerdekaan mukatabnya, berdasarkan firman Allah:
QS. An-Nur ayat 33. “dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat Perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. “
Pemilik mukatab boleh memberikan atau membantu dengan uang kontan atau mengurangi harga cicilan mukatabnya tersebut.
d. Jika mukatab bersegera dalam melunasi uang cicilan kemerdekaan dirinya sehingga hanya dengan sekali atau dua kali bayar, maka pemilik mukatab tersebut harus menerimanya kecuali jika mendatangkan mudharat bagi pemiliknya, maka pemilik mukatab tidak harus menerimanya, sebagaimana telah dijelaskan dalam sebuah riwayat Umar bin Khattab dalam kitab al-Mughni
e. Jika pemilik mukatab meninggal dunia sebelum mukatab melunasi cicilan kemerdekaan dirinya, maka mukatab tetap harus melunasinya dan menyerahkan sisa uang cicilan kemerdekaan dirinya kepada ahli waris pemiliknya. Sedangkan jika mukatab tidak sangup melunasi sisa cicilan pembayarannya maka ia menjadi budak dari ahli waris pemliknya yang teah meninggal dunia tersebut.
f. Pemilik mukatab tidak boleh melarang mukatabnya bepergian atau bekerja, tetapi ia boleh melarang mukatabnya menikah berdasarkan sabda Nabi:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَهَذَا لَفْظُ إِسْنَادِهِ وَكِلَاهُمَا عَنْ وَكِيعٍ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ صَالِحٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ عَنْ جَابِرٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّمَا عَبْدٍ تَزَوَّجَ بِغَيْرِ إِذْنِ مَوَالِيهِ فَهُوَ عَاهِرٌ
(ABUDAUD - 1779) : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal serta Utsman bin Abu Syaibah, dan ini adalah lafazh sanadnya. Keduanya berasal dari Waki', telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Shalih dari Abdullah bin Muhammad bin 'Aqil dari Jabir, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapapun budak yang menikah tanpa seizin tuannya, maka ia adalah pezina."
g. Pemilik mukatab wanita tidak boleh menggauli mukatabnya, karena perjanjian pelunasan kemerdekaan dirinya membuatnya tidak data memanfaatkannya, sedangkan hubungan seksual adalah pemanfaatan yang tidak diperkenankan dengan adanya perjanjian pelunasan kemerdekaan budak tersebut. Ini pendapat jumhur ulama.
h. Jika mukatab tidak mampu melunasi cicilan dari pembayaran kemerdekaan dirinya sampai datang waktu cicilan berikutnya, maka pemiliknya boleh mengembalkanya menjadi budak seperti keadaan sebelumnya, berdsaarkan keterangan yang dituturkan Ali : mukatab tidak dikembalikan menjadi budak sehingga menunggak dua kali pembayaran.”
i. Anak mukatab wanita dimerdekakan bersama ibunya. Jika ibunya telah melunasi cicilan kemerdekaan dirinya, maka ia pun dihukumi telah merdeka. Sedangkan jika ibunya tidak mampu melunasi cicilan pembayaran kemerdekaan dirinya, maka ia dikembalikan menjadi budak lagi termasuk anaknya. Aturan ini berlaku, baik mukatab wanita tersebut hamil pada saat membuat perjanjian kemerdekaan dirinya atau hamil setelah itu. Ini pendapat jumhur ulama.
j. Jika mukatab tidak mampu melunasi uang cicilan pembayaran kemerdekaan dirinya dan ia mempunyai uang, maka uang tersebut menjadi milik pemiliknya, kecuali jika uang tersebut adalah hasil dari akat, maka uang tersebt harus diberikan kepada fakir miskin dan ornag-orang miskin, karena mereka lebih berhak menerimanya daripada pemilik mukatab yang kaya.
Bersambung...
Kami sangat menghargai komentar pembaca sekalian, baik saran, kritik, bantahan dan lain sebagainya.
Bagi pembaca yang ingin berkomentar silahkan untuk login dengan mengklik Login di Tombol Login komentar dan pilih akun yang ingin anda gunakan untuk Login, Bisa dengan Facebook, Twitter, Gmail dsb.
peraturan komentar:
1. komentar pendek atau panjang tidak masalah, baik lebih dari satu kolom juga tidak apa-apa.
2. komentar menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar tidak berbelit-belit.
3. tidak menggunakan kata-kata kotor, hujat atau caci maki
4. langsung pada topik permasalahan
COMMENTS